Busway (Cerpen)

Riwanto Sitinjak
2 min readMar 16, 2022

--

Photo By Kaique Rocha with Pexels

Hari ini aku harus keluar untuk pergi, pokoknya pergi kemana aja dah, penat banget di kos mulu, dalam hatiku.

Entah apa yang sedang aku pikirkan, aku langsung aja bersiap-siap layaknya mau pergi bertemu kawan, padahal sih pergi aja enggak tahu kemana yang penting berangkat aja dah, daripada di kos suntuk.

Ku habiskan waktu kurang lebih 15 menit untuk mandi, ganti pakaian yang sewajarnya, dan cek isi dompet, siapa tahu uang gak ada, terus ngapain keluar ya? haha.

Lekas itu, ku keluar sebentar dari kamar kosan untuk melihat cuaca, karena kadang cuaca di Jakarta tidak pernah menentu, dari yang cuaca terang benderang bisa-bisanya hujan secara mendadak, nggak enak banget kan kalau itu kejadian?

Setelah cuaca agak mendukung, ku kunci pintu kosku, dan mulai berangkat ke halte busway.

Hari ini busway yang ku tumpangi tidak seramai biasanya, mungkin karena emang dalam kondisi yang masih takut-takut nya pandemi ya, padahal sudah longgar juga sih pandeminya Puji Tuhan deh, dalam hati berkata.

Sepanjang perjalanan di busway aku merasa seperti dibawa menelusuri sudut-sudut kota jakarta, yang selama ini mungkin hanya bisa kulihat di Televisi, dan Youtube, tapi kali ini aku melihat semuanya secara langsung.

Dalam hati “Wah jadi begini ya rasanya hidup di Kota Metropolitan ya”

Gedung-gedung tinggi, ada Monas, ada Bundaran HI yang sering kita lihat kalau nonton FTV, hahaha, ada juga MRT, dan masih banyak lagi.

Hidup di Jakarta kata orang keras, tapi emang kenyataannya keras sih. Bukan keras secara fisik, tapi itu semua tergambar dari habit atau kebiasaan orang Jakarta.

Lihat saja traffic-nya, macet parah dan semua berlomba-lomba untuk melaju cepat dengan kendaraanya, ketika menunggu di lampu lalu lintas saja baru saja lampu kuning, klakson sudah bunyi dari belakang.

Tidak ada lagi kata lambat di kota ini, semuanya tentang kecepatan, sama seperti pembangunannya yang begitu cepat begitu pula orang-orang di dalamnya berlomba untuk cepat dalam melaju. Entah dalam pekerjaan, berkendara, ataupun dalam menentukan keputusan, semua harus dilakukan dengan cepat.

Itu semua di sajikan langsung di depan mataku, tidak hanya itu aku di dalam busway juga merasa kalau memang Jakarta adalah kota yang sangat penuh dengan tekanan.

Kulihat sekeliling penumpang busway, raut wajah para penumpang yang lesu, ada juga penumpang busway di samping kursiku yang sempat video call dengan anaknya, aku yang melihat raut wajah yang awalnya lesu dan lemas, ketika di telpon oleh anaknya seakan raut wajah yang tadinya lesu dan lemas, seketika langsung ceria dan tidak nampak seperti orang capek.

Ternyata begitulah perasaan ayah ke anaknya ya, terlihat berpura-pura demi kebahagiaan anak itu yang paling utama.

Sepanjang perjalanan busway yang kujalani, mungkin Jakarta ingin bercerita kepadaku bahwasanya “Inilah aku, inilah diriku sesungguhnya, ku harap kau mengerti bahwasanya seperti inilah realitanya hidup bersamaku.

--

--

Riwanto Sitinjak

Freelance Writer, Contributor Writer, Blogger. Blog: https://riwantositinjak.blogspot.com. Write about opinion and sometimes write about self-improvement